1 / 2
2 / 2

Waqf Center for Indonesian Development & Studies

wave-down
By wacids, Tanggal 2021-08-21

Pandemi COVID-19 mengakibatkan dampak multidimensi dan multisektoral di level global maupun nasional. Hampir seluruh daerah di Indonesia ikut terdampak, sehingga diperlukan berbagai upaya untuk pemulihan, termasuk dalam sektor ekonomi. Wakaf dengan berbagai potensinya memiliki peluang besar untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional dan regional. Demikian yang dijelaskan oleh pendiri sekaligus Direktur WaCIDS (Waqf Center for Indonesian Development and Studies), Dr. Lisa Listiana, dalam webinar “Gerakan Sadar Wakaf” Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Kawasan Timur Indonesia beberapa waktu lalu.

Untuk mengambil peluang tersebut, selain belajar dari berbagai contoh best practice pengelolaan wakaf produktif di berbagai negara, penting untuk mempertimbangkan local context ataupun keunikan dari IndonesiaHal tersebut penting disadari karena tidak semua yang cocok di negara lain, sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Misalnya, dalam hal pengelolaan aset wakaf di Indonesia, khususnya untuk tanah wakaf yang terletak di lokasi tidak strategis, bisa jadi lebih cocok dikembangkan untuk sektor pertanian atau penghijauan, bukan sektor properti. Bahkan hal ini dapat menjadi peluang besar bagi Indonesia untuk mengelola aset wakaf, tidak hanya secara produktif, namun juga secara strategis. Hal inilah juga salah satu dasar bagi kehadiran Green Waqf yang rencananya akan diresmikan secara resmi pada 22 Agustus 2021/13 Muharram 1443.

Green Waqf Project saat ini akan fokus pada pengembangan tanaman Nyamplung (Tamanu) yang dapat bertahan di lahan kritis sehingga dapat menjadi bagian dari solusi atas 14 juta lahan kritis dan sangat kritis di Indonesia. Dengan teknologi yang masih terus dikembangkan, buah dari tanaman dapat diolah untuk menghasilkan Energi Baru Terbarukan (EBT). Dalam hal ini, wakaf dapat menjadi sarana untuk memperbaiki bumi, sekaligus sarana kolaborasi untuk masuk ke sektor strategis. Terlebih lagi dengan keterlibatan Indonesia di Paris Agreement untuk meminimasilir dampak negatif dari perubahan iklim, harapannya gerakan ini dapat merealisasikan kebaikan wakaf serta mendorong pemulihan ekonomi regional dimasa mendatang.

. Dalam penutupnya, menyimpulkan bahwa terdapat peluang besar bagi wakaf untuk berkontribusi pada pemulihan ekonomi regional, melalui penyaluran aset atau dana wakaf pada sektor-sektor utama pendorong ekonomi umat yang bersifat high demand. Serta perlu adanya sinergi dari seluruh stakeholders untuk secara berjamaah mendorong pengelolaan dana wakaf secara efektif, efisien, dan transparan.

“Wakaf merupakan konsep investasi untuk keabadian. Sehingga dengan berwakaf kita bisa mempersiapkan bekal keabadian untuk akhirat kelak. Mari berwakaf sejak dini, InsyaAllah akan memberikan keberkahan dan kebermanfaatan bagi kita semua, serta dapat mendukung pemulihan ekonomi nasional,” tutup Zeezee Shahab selaku moderator webinar bertajuk “Gerakan Sadar Wakaf” yang diselenggarakan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo.

 

Oleh: Iffah Hafizah

Editor: Dr. Lisa Listiana

Categories: Berita

Tags: EBTgreenwaqfpedulibumipenghijauanberbasiswakafVisiPeradabanIslamWaCIDSwakafwakaf indonesia

Baca selengkapnya ...
By Tim Konten WaCIDS, Tanggal 2021-08-07

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Wahyudi Indrawan (Peneliti pada Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS))

Pandemi Covid-19 membawa dampak yang besar bagi kehidupan manusia. Pandemi yang awalnya merupakan krisis bidang kesehatan kemudian menjadi krisis multidimensi yang mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, termasuk bidang ekonomi. Hal ini merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan semua negara di dunia, termasuk Indonesia. 

Upaya untuk menghentikan penyebaran Covid-19 dilakukan oleh pemerintah memiliki efek samping yaitu pertumbuhan ekonomi yang menurun. Berdasarkan rilis data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia selama tahun 2020 mengalami kontraksi atau pertumbuhan ekonomi negatif yang mencapai -2,07 persen. Kondisi ini masih berlanjut pada triwulanan pertama tahun 2021 yang juga mencatat kontraksi ekonomi mencapai -0,74 persen.

Pemerintah kemudian melakukan berbagai langkah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), seperti vaksinasi di berbagai wilayah hingga menggelontorkan anggaran PEN yang pada tahun 2021 mencapai Rp 699,43 triliun. Namun, merebaknya berbagai varian baru virus Covid-19 menimbulkan kekhawatiran akan semakin panjangnya masa pemulihan ekonomi di tengah kondisi fasilitas kesehatan yang dipenuhi masyarakat yang mengalami sakit. 

Berangkat dari hal tersebut, penulis memandang bahwa ke depan harus ada suatu upaya agar pembiayaan pembangunan bisa bersifat berkelanjutan namun tidak memberikan fiskal baru bagi pemerintah. Namun di sisi lain hal tersebut harus bisa memastikan dampak yang optimal bagi masyarakat di berbagai dimensi pembangunan. 

Oleh karena itu, optimalisasi peran wakaf di dalam perekonomian Indonesia perlu ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan aturan normatif, yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 yang menyatakan bahwa wakaf ditujukan untuk keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Pasal 22 dari UU yang sama juga menyatakan bahwa peruntukan dari pengelolaan wakaf dapat mencakup sektor keagamaan, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi umat, dan sektor lainnya selama tidak bertentangan dengan syariah. Wakaf juga secara historis telah terbukti menggerakkan berbagai sektor di dalam perekonomian, baik pertanian (wakaf lahan Khaibar milik Umar bin Khattab), irigasi (wakaf sumber air Raumah oleh Utsman bin Affan), hingga pendidikan (wakaf Universitas Al-Azhar Kairo dan berbagai kampus Islam di seluruh dunia).

Dalam konteks Indonesia, beberapa bentuk optimalisasi wakaf bagi upaya PEN dapat dilakukan melalui beberapa bentuk. Pertama, lahan-lahan wakaf yang belum dikelola secara optimal hendaknya dikumpulkan untuk kemudian dilakukan tukar guling (istibdal) dengan lahan lain yang lebih besar potensi pengelolaannya. Salah satu potensi pengelolaan lahan wakaf ini adalah pengadaan fasilitas bersama bagi Industri Kecil Menengah (IKM) halal di Indonesia, seperti sektor makanan minuman halal dan fesyen Muslim. 

IKM sebagai industri memiliki skala kecil dan upaya untuk meningkatkan kapasitasnya dan juga memenuhi permintaan yang meningkat sering terkendala oleh fasilitas yang minim, misalkan mesin produksi maupun pabrik untuk berproduksi. Maka, kehadiran lahan wakaf yang menyediakan fasilitas produksi bersama bagi IKM halal akan dapat mengurangi biaya investasi yang mahal sekaligus menggerakkan sektor riil. Dari perspektif makroekonomi, apabila IKM halal digerakkan selain mendorong pertumbuhan ekonomi juga akan meningkatkan serapan tenaga kerja, mengontrol inflasi khususnya terkait penyediaan bahan pangan, serta menyediakan devisa jika mampu menembus pasar ekspor.

Untuk memperkuat inisiatif di atas, perlu juga dilakan optimalisasi pengelolaan wakaf uang. Penguatan ini dapat dilakukan melalui dua bentuk. Pertama, wakaf uang sebagai sumber pembiayaan bagi sektor riil, khususnya IKM halal. Misalkan IKM fesyen yang membutuhkan mesin jahit, maka nazhir wakaf uang menyediakan pembiayaan dari dana wakaf uang dengan akad syariah. Hal ini diharapkan dapat menjadikan pembiayaan IKM halal dapat sesuai syariah namun memiliki “biaya dana” atau margin pembiayaan yang rendah sembari tetap mendorong produktivitas IKM tersebut.

Selain itu, skema Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) yang telah digulirkan pemerintah perlu dikembangkan lebih lanjut. Salah satunya adalah Sukuk Negara yang menjadi basis CWLS hendaknya adalah sukuk hijau (green sukuk) atau bahkan sukuk biru (blue sukuk) sehingga dana wakaf uang diinvestasikan pada proyek pemerintah yang pro-lingkungan maupun berorientasi pembangunan maritim sebelum kemudian keuntungan dari investasi sukuknya dimanfaatkan oleh nazhir wakaf untuk program-program keumatan. Hal ini juga untuk mendorong agar wakaf berperan dalam upaya konservasi lingkungan dan pembangunan maritim di tengah ancaman perubahan iklim yang tidak kalah berbahaya dibandingkan pandemi. 

Selain CWLS, pemerintah juga perlu mendorong penerapan skema Sukuk Linked Waqf (SLW), yaitu sukuk yang digunakan untuk membiayai pembangunan di lahan-lahan wakaf dengan menggerakkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Skema ini sebenarnya telah digaungkan sejak kegiatan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) Bank Indonesia pada tahun 2016 lalu namun belum dijalankan. Adanya kebutuhan untuk PEN maupun pengadaan berbagai logistik dan fasilitas kesehatan seyogyanya dapat mendorong agar skema SLW dapat diterapkan sekaligus juga untuk mengoptimalkan lahan wakaf yang masih belum digunakan secara optimal.

Untuk mewujudkan hal-hal di atas, beberapa hal pendukung harus dikerjakan secara paralel, seperti: 1) penguatan aspek regulasi, termasuk amandemen UU Wakaf; 2) peningkatan kapasitas sumber daya insani nazhir wakaf, termasuk kurikulum ke-nazhir-an di lembaga pendidikan; dan 3) penguatan data dan informasi wakaf berbasis digital sehingga pelaporan, pemantauan, hingga evaluasi perwakafan nasional dapat dilakukan secara cepat dan terintegrasi. Sinergi berbagai pihak, baik regulator di berbagai sektor hingga akademisi dan masyarakat luas diperlukan sehingga harapan bahwa wakaf dapat mewujudkan PEN dan pembangunan yang berkelanjutan dapat terwujud.

 

Artikel ini juga telah dimuat di Republika Online

Categories: BeritaOpini

Baca selengkapnya ...
By wacids, Tanggal 2021-08-07

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Imam Wahyudi Indrawan (Peneliti pada Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS))

Pandemi Covid-19 membawa dampak yang besar bagi kehidupan manusia. Pandemi yang awalnya merupakan krisis bidang kesehatan kemudian menjadi krisis multidimensi yang mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, termasuk bidang ekonomi. Hal ini merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan semua negara di dunia, termasuk Indonesia. 

Upaya untuk menghentikan penyebaran Covid-19 dilakukan oleh pemerintah memiliki efek samping yaitu pertumbuhan ekonomi yang menurun. Berdasarkan rilis data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia selama tahun 2020 mengalami kontraksi atau pertumbuhan ekonomi negatif yang mencapai -2,07 persen. Kondisi ini masih berlanjut pada triwulanan pertama tahun 2021 yang juga mencatat kontraksi ekonomi mencapai -0,74 persen.

Pemerintah kemudian melakukan berbagai langkah dalam rangka Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), seperti vaksinasi di berbagai wilayah hingga menggelontorkan anggaran PEN yang pada tahun 2021 mencapai Rp 699,43 triliun. Namun, merebaknya berbagai varian baru virus Covid-19 menimbulkan kekhawatiran akan semakin panjangnya masa pemulihan ekonomi di tengah kondisi fasilitas kesehatan yang dipenuhi masyarakat yang mengalami sakit. 

Berangkat dari hal tersebut, penulis memandang bahwa ke depan harus ada suatu upaya agar pembiayaan pembangunan bisa bersifat berkelanjutan namun tidak memberikan fiskal baru bagi pemerintah. Namun di sisi lain hal tersebut harus bisa memastikan dampak yang optimal bagi masyarakat di berbagai dimensi pembangunan. 

Oleh karena itu, optimalisasi peran wakaf di dalam perekonomian Indonesia perlu ditingkatkan. Hal ini sejalan dengan aturan normatif, yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 yang menyatakan bahwa wakaf ditujukan untuk keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan masyarakat. Selain itu, Pasal 22 dari UU yang sama juga menyatakan bahwa peruntukan dari pengelolaan wakaf dapat mencakup sektor keagamaan, pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi umat, dan sektor lainnya selama tidak bertentangan dengan syariah. Wakaf juga secara historis telah terbukti menggerakkan berbagai sektor di dalam perekonomian, baik pertanian (wakaf lahan Khaibar milik Umar bin Khattab), irigasi (wakaf sumber air Raumah oleh Utsman bin Affan), hingga pendidikan (wakaf Universitas Al-Azhar Kairo dan berbagai kampus Islam di seluruh dunia).

Dalam konteks Indonesia, beberapa bentuk optimalisasi wakaf bagi upaya PEN dapat dilakukan melalui beberapa bentuk. Pertama, lahan-lahan wakaf yang belum dikelola secara optimal hendaknya dikumpulkan untuk kemudian dilakukan tukar guling (istibdal) dengan lahan lain yang lebih besar potensi pengelolaannya. Salah satu potensi pengelolaan lahan wakaf ini adalah pengadaan fasilitas bersama bagi Industri Kecil Menengah (IKM) halal di Indonesia, seperti sektor makanan minuman halal dan fesyen Muslim. 

IKM sebagai industri memiliki skala kecil dan upaya untuk meningkatkan kapasitasnya dan juga memenuhi permintaan yang meningkat sering terkendala oleh fasilitas yang minim, misalkan mesin produksi maupun pabrik untuk berproduksi. Maka, kehadiran lahan wakaf yang menyediakan fasilitas produksi bersama bagi IKM halal akan dapat mengurangi biaya investasi yang mahal sekaligus menggerakkan sektor riil. Dari perspektif makroekonomi, apabila IKM halal digerakkan selain mendorong pertumbuhan ekonomi juga akan meningkatkan serapan tenaga kerja, mengontrol inflasi khususnya terkait penyediaan bahan pangan, serta menyediakan devisa jika mampu menembus pasar ekspor.

Untuk memperkuat inisiatif di atas, perlu juga dilakan optimalisasi pengelolaan wakaf uang. Penguatan ini dapat dilakukan melalui dua bentuk. Pertama, wakaf uang sebagai sumber pembiayaan bagi sektor riil, khususnya IKM halal. Misalkan IKM fesyen yang membutuhkan mesin jahit, maka nazhir wakaf uang menyediakan pembiayaan dari dana wakaf uang dengan akad syariah. Hal ini diharapkan dapat menjadikan pembiayaan IKM halal dapat sesuai syariah namun memiliki “biaya dana” atau margin pembiayaan yang rendah sembari tetap mendorong produktivitas IKM tersebut.

Selain itu, skema Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS) yang telah digulirkan pemerintah perlu dikembangkan lebih lanjut. Salah satunya adalah Sukuk Negara yang menjadi basis CWLS hendaknya adalah sukuk hijau (green sukuk) atau bahkan sukuk biru (blue sukuk) sehingga dana wakaf uang diinvestasikan pada proyek pemerintah yang pro-lingkungan maupun berorientasi pembangunan maritim sebelum kemudian keuntungan dari investasi sukuknya dimanfaatkan oleh nazhir wakaf untuk program-program keumatan. Hal ini juga untuk mendorong agar wakaf berperan dalam upaya konservasi lingkungan dan pembangunan maritim di tengah ancaman perubahan iklim yang tidak kalah berbahaya dibandingkan pandemi. 

Selain CWLS, pemerintah juga perlu mendorong penerapan skema Sukuk Linked Waqf (SLW), yaitu sukuk yang digunakan untuk membiayai pembangunan di lahan-lahan wakaf dengan menggerakkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Skema ini sebenarnya telah digaungkan sejak kegiatan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) Bank Indonesia pada tahun 2016 lalu namun belum dijalankan. Adanya kebutuhan untuk PEN maupun pengadaan berbagai logistik dan fasilitas kesehatan seyogyanya dapat mendorong agar skema SLW dapat diterapkan sekaligus juga untuk mengoptimalkan lahan wakaf yang masih belum digunakan secara optimal.

Untuk mewujudkan hal-hal di atas, beberapa hal pendukung harus dikerjakan secara paralel, seperti: 1) penguatan aspek regulasi, termasuk amandemen UU Wakaf; 2) peningkatan kapasitas sumber daya insani nazhir wakaf, termasuk kurikulum ke-nazhir-an di lembaga pendidikan; dan 3) penguatan data dan informasi wakaf berbasis digital sehingga pelaporan, pemantauan, hingga evaluasi perwakafan nasional dapat dilakukan secara cepat dan terintegrasi. Sinergi berbagai pihak, baik regulator di berbagai sektor hingga akademisi dan masyarakat luas diperlukan sehingga harapan bahwa wakaf dapat mewujudkan PEN dan pembangunan yang berkelanjutan dapat terwujud.

Artikel ini juga telah dimuat di Republika Online

Categories: BeritaOpini

Baca selengkapnya ...
By wacids, Tanggal 2021-08-07

Waqf Training by WaCIDS #3 Sesi 1

Pembuka acara disampaikan oleh Prof. Dr. Raditya Sukmana S.E., M.A dengan membahas kebutuhan alternatif berbentuk IT dalam lembaga wakaf, terlebih di Indonesia memiliki bonus demografi yang sadar terhadap IT. Potensi sangat besar dimiliki dengan adanya digitalisasi sangat luas dalam mendukung berbagai proses di lembaga wakaf, sehingga diharapkan melalui training WaCIDS kali ini dengan tema digitalisasi bisa mendapatkan ilmu mengenai betapa pentingnya IT dalam mengembangkan wakaf.

Tema training ketiga WaCIDS#3 berjudul Digitalisasi Lembaga Wakaf, dibawakan oleh Lutfie Adhiansyah selaku Direktur utama PT Ammana Fintek Syariah dan ketua eksekutif Pendanaan Syariah AFPI. Kegiatan berupa diskusi langsung antara trainer dan peserta training dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 Juli 2021 melalui platform zoom. Selain diskusi interaktif melalui zoom, peserta training juga diberi kesempatan untuk melakukan diskusi berupa tanya jawab melalui grup Whatsapp pada hari Senin, Rabu, dan Kamis, serta ada pemberian tugas berupa studi kasus untuk memperdalam materi dari pembicara.

Dua materi yang akan dibahas oleh pembicara pada training kali ini yaitu mengenai industri fintech syariah dan sejauh mana apa saja yang sudah dilakukan, serta implementasi fintek syariah terhadap wakaf, kolaborasi, peluang dan potensi dalam memanfaatkan teknologi blockchain. Di awal pembahasan, Lutfie Adhiansyah membahas mengenai manfaat dalam mengadopsi teknologi dibandingkan tradisional. Dampak terbesar dari adanya digitalisasi pada tahap tertinggi yaitu siapa saja bisa mengakses produk yang ditawarkan dan semakin banyak pengguna produk. Melalui digitalisasi dapat menjangkau 50 juta pelanggan dalam waktu dua hingga empat tahun, berbeda dibandingkan dengan sistem tradisional yang membutuhkan waktu hingga 68 tahun pada industri maskapai penerbangan. Selain itu, kondisi pandemi saat ini membuka peluang momentum ekonomi syariah yang bisa dimanfaatkan wakaf dalam mengemas produk sebaik mungkin sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat akan produk wakaf. Selain itu, digital enterprise perlu memberikan pengalaman digital yang terotomasi agar setiap langkah pelanggan mendapatkan layanan berjalan efisien dan nyaman. Sehingga bisa memberikan efek kepada biaya lebih hemat, kualitas meningkat dan risiko terjaga.

Selanjutnya, pembicara membahas materi kedua yaitu praktik fintech dalam aktivitas wakaf. Beberapa contoh praktik beliau paparkan diantaranya crowdfunding cash-waqf, model kolaborasi wakaf kanal non-bank, model Supply Chain Financing-Wakaf, serta green financing renewable energy dengan tahapan-tahapan prosesnya. Selain itu, beliau memaparkan pemanfaatan praktis blockchain. Beliau melanjutkan, wakaf dengan blockchain memiliki berbagai manfaat diantaranya transparansi registrasi aset berupa keamanan dan tidak duplikasi, penelusuran transaksi menjadi lebih mudah melalui smart contractreal-time social matrix pada dampak dan peluang wakaf, serta memudahkan crowdfunding dan mengunci liquidity asset.

Sebagai penutup, beliau menyampaikan bahwa teknologi blockchain saat ini masih belum efektif karena skala ekonomi yang belum tercapai. Tetapi terlepas dari hal itu, melihat dari berbagai tren blockchain bisa dijadikan pertimbangan lembaga wakaf untuk menggunakan blockchain sebagai alternatif teknologi ke depannya.

Oleh:  Salwa Athaya Syamila

Editor: Imam Wahyudi Indrawan

Categories: BeritaProgram

Baca selengkapnya ...
By wacids, Tanggal 2021-08-07

Waqf Training by WaCIDS #3 Sesi 2

Pemaparan materi dibuka dengan pembahasan studi kasus oleh Agastya Harjunadhi sekaligus pembicara pada training ketiga WaCIDS#3 dengan judul Digitalisasi Lembaga Wakaf. Beliau merupakan penasihat WaCIDS, founder Visi Peradaban Foundation, serta Direktur Utama PT Uridu Global. Kegiatan training kali ini berupa diskusi langsung antara trainer dan peserta training yang dilaksanakan pada hari Minggu, 1 Agustus 2021 melalui platform zoom. Selain diskusi interaktif melalui zoom, peserta training juga diberi kesempatan untuk melakukan diskusi berupa tanya jawab melalui grup Whatsapp pada hari Senin, Rabu, dan Kamis, serta ada pemberian tugas berupa studi kasus untuk memperdalam materi dari pembicara.

Tiga sesi materi dibawakan oleh Bapak Agastya Harjunadhi pada training WaCIDS#3 diantaranya pentingnya digitalisasi kelembagaan wakaf, edukasi dan mobilisasi wakaf secara digital, serta berbagai tantangan digitalisasi wakaf. Pertama beliau membuka bahasan dengan menjelaskan urgensi digitalisasi, di mana saat ini keadaan covid-19 memaksa terjadinya digitalisasi dalam membentuk tatanan baru dalam masyarakat dan mempercepat proses digitalisasi. Dengan begitu, beliau menyampaikan adanya pandemi menjadi momentum bagi kita semua untuk melakukan akselerasi transformasi digital.

Beliau memaparkan urgensi digitalisasi yang sudah mulai dipahami oleh anak-anak muda. Mereka berpandangan bahwa agama sebagai kunci kebahagiaan, juga mereka makin dekat dengan karakter aslinya yaitu memberi. Beliau lanjut memaparkan data BWI mengenai potensi besar wakaf dari penduduk muslim kelas menengah per tahunnya. Salah satunya menggunakan wakaf uang sebagai alternatif pemanfaatan potensi wakaf masyarakat. Adanya digitalisasi dalam proses pengumpulan wakaf uang memiliki proses lebih sederhana melalui platform digital.

Selanjutnya, pada sesi materi kedua beliau menjelaskan beberapa hal penting pada digitalisasi dalam edukasi, literasi, dan mobilisasi wakaf. Hal penting pertama yaitu produk wakaf dengan adanya development dan digitasi dari produk tersebut, sehingga menjadi kebutuhan masyarakat. Kedua, objek sasaran yang sesuai bisa dilakukan dengan membangun customer journey. Ketiga, memanfaatkan platform sosial media, email, dan website sebagai media promosi dan marketing. Keempat, melakukan booster melalui influencer, iklan digital, serta memanfaatkan search engine optimization. Kelima, sebagai tahap paling akhir dengan melakukan analisis, evaluasi, serta improvisasi dengan mengukur hasil dan memperbaiki agenda selanjutnya. Menyebarluaskan literasi wakaf secara digital saat ini bisa dilakukan melalui berbagai sosial media dan aplikasi seperti instagram, youtube, hingga tiktok.

Kemudian, sesi materi ketiga Bapak Agastya membahas tantangan dan risiko yang masih ada saat ini dalam transformasi digital. Tantangan tersebut berupa ancaman dunia maya dan masalah keamanan, kurangnya SDM dengan keahlian digital,  tidak memiliki rekan teknologi yang sesuai, ketidakpastian dalam lingkungan ekonomi, serta kurangnya dukungan pemerintah terkait kebijakan dan infrastruktur TIK. Risiko juga bisa dialami, salah satunya terjadi kebocoran data yang kemudian dijual oleh hacker.

Namun, ada peluang besar dalam potensi pengembangan digitalisasi menggunakan artificial intelligence untuk mengidentifikasi aset wakaf. Selain itu, diperlukan adanya prinsip dalam digitalisasi. Hal terpenting adalah prinsip berupa akhlak, begitu penyampaian beliau. Sebab apapun institusi dan programnya, kalau tidak dijalankan dengan insan yang berakhlak tidak akan berjalan semestinya. Dampaknya bisa terjadi masalah dan kompetensi dalam kegiatan digitalisasi yang dilakukan. Sehingga, dibutuhkan adanya amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif, dan kolaboratif sebagai bagian dari akhlak sebagai prinsip.

Sebagai penutup, beliau menyampaikan ringkasan sebuah paper mengenai kebiasaan wakaf dan peran negara yang membahas bahwa kebiasaan dapat mempengaruhi dan membentuk karakter manusia sehingga kebiasaan  baik perlu didorong. Dalam hal perwakafan, literasi wakaf perlu disebarluaskan kampanye wakaf secara masif. Untuk itu, negara dapat mengambil peran dengan menyediakan sumber daya yang memadai dan regulasi yang mendukung. Dengan begitu, semakin banyak masyarakat berwakaf, maka pemerintah akan tertolong dengan makin berdayanya masyarakat melalui berbagai kegiatan independen yang dibiayai oleh wakaf.

Oleh: Salwa Athaya Syamila

Editor: Imam Wahyudi Indrawan

Categories: BeritaProgram

Baca selengkapnya ...