1 / 2
2 / 2

Waqf Center for Indonesian Development & Studies

wave-down
By wacids, Tanggal 2021-08-07

Alternatif Berbagai Teknologi dalam Pengembangan Lembaga Wakaf

Published by wacids on August 7, 2021

 

Waqf Training by WaCIDS #3 Sesi 1

Pembuka acara disampaikan oleh Prof. Dr. Raditya Sukmana S.E., M.A dengan membahas kebutuhan alternatif berbentuk IT dalam lembaga wakaf, terlebih di Indonesia memiliki bonus demografi yang sadar terhadap IT. Potensi sangat besar dimiliki dengan adanya digitalisasi sangat luas dalam mendukung berbagai proses di lembaga wakaf, sehingga diharapkan melalui training WaCIDS kali ini dengan tema digitalisasi bisa mendapatkan ilmu mengenai betapa pentingnya IT dalam mengembangkan wakaf.

Tema training ketiga WaCIDS#3 berjudul Digitalisasi Lembaga Wakaf, dibawakan oleh Lutfie Adhiansyah selaku Direktur utama PT Ammana Fintek Syariah dan ketua eksekutif Pendanaan Syariah AFPI. Kegiatan berupa diskusi langsung antara trainer dan peserta training dilaksanakan pada hari Sabtu, 17 Juli 2021 melalui platform zoom. Selain diskusi interaktif melalui zoom, peserta training juga diberi kesempatan untuk melakukan diskusi berupa tanya jawab melalui grup Whatsapp pada hari Senin, Rabu, dan Kamis, serta ada pemberian tugas berupa studi kasus untuk memperdalam materi dari pembicara.

Dua materi yang akan dibahas oleh pembicara pada training kali ini yaitu mengenai industri fintech syariah dan sejauh mana apa saja yang sudah dilakukan, serta implementasi fintek syariah terhadap wakaf, kolaborasi, peluang dan potensi dalam memanfaatkan teknologi blockchain. Di awal pembahasan, Lutfie Adhiansyah membahas mengenai manfaat dalam mengadopsi teknologi dibandingkan tradisional. Dampak terbesar dari adanya digitalisasi pada tahap tertinggi yaitu siapa saja bisa mengakses produk yang ditawarkan dan semakin banyak pengguna produk. Melalui digitalisasi dapat menjangkau 50 juta pelanggan dalam waktu dua hingga empat tahun, berbeda dibandingkan dengan sistem tradisional yang membutuhkan waktu hingga 68 tahun pada industri maskapai penerbangan. Selain itu, kondisi pandemi saat ini membuka peluang momentum ekonomi syariah yang bisa dimanfaatkan wakaf dalam mengemas produk sebaik mungkin sehingga meningkatkan kesadaran masyarakat akan produk wakaf. Selain itu, digital enterprise perlu memberikan pengalaman digital yang terotomasi agar setiap langkah pelanggan mendapatkan layanan berjalan efisien dan nyaman. Sehingga bisa memberikan efek kepada biaya lebih hemat, kualitas meningkat dan risiko terjaga.

Selanjutnya, pembicara membahas materi kedua yaitu praktik fintech dalam aktivitas wakaf. Beberapa contoh praktik beliau paparkan diantaranya crowdfunding cash-waqf, model kolaborasi wakaf kanal non-bank, model Supply Chain Financing-Wakaf, serta green financing renewable energy dengan tahapan-tahapan prosesnya. Selain itu, beliau memaparkan pemanfaatan praktis blockchain. Beliau melanjutkan, wakaf dengan blockchain memiliki berbagai manfaat diantaranya transparansi registrasi aset berupa keamanan dan tidak duplikasi, penelusuran transaksi menjadi lebih mudah melalui smart contractreal-time social matrix pada dampak dan peluang wakaf, serta memudahkan crowdfunding dan mengunci liquidity asset.

Sebagai penutup, beliau menyampaikan bahwa teknologi blockchain saat ini masih belum efektif karena skala ekonomi yang belum tercapai. Tetapi terlepas dari hal itu, melihat dari berbagai tren blockchain bisa dijadikan pertimbangan lembaga wakaf untuk menggunakan blockchain sebagai alternatif teknologi ke depannya.

Oleh:  Salwa Athaya Syamila

Editor: Imam Wahyudi Indrawan

Categories: BeritaProgram

Baca selengkapnya ...
By Tim Konten WaCIDS, Tanggal 2021-08-06

Oleh: Imam Wahyudi Indrawan (Peneliti pada Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS))

Sistem keuangan, khususnya Lembaga Jasa Keuangan (LJK) baik perbankan maupun non-perbankan, memainkan peran penting di dalam perekonomian. Peran penting tersebut sering disebut sebagai fungsi intermediasi. Fungsi intermediasi ini bermakna bahwa LJK menjadi penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (deficit unit). Fungsi intermediasi ini, khususnya pada perbankan ialah sangat penting karena menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, dan bagi otoritas moneter (bank sentral), fungsi intermediasi ini menjadi saluran transmisi kebijakan moneter untuk mencapai tujuan yang dituju, baik pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, ataupun target lainnya. Hal ini berlaku baik pada LJK konvensional maupun syariah, khususnya perbankan.

Akan tetapi, pandemi Covid-19 menyebabkan banyak disrupsi dalam berbagai dimensi kehidupan manusia, termasuk pada fungsi intermediasi yang dijalankan LJK. Hal ini tidak terlepas dari upaya penanganan pandemi yang menyebabkan berbagai pembatasan dikenakan pemerintah sehingga menghambat aktivitas masyarakat. Hal ini kemudian berakibat pada kontraksi pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi negatif di Indonesia selama pandemi Covid-19. Aktivitas ekonomi yang terhambat, tentu pada gilirannya akan menurunkan kemampuan nasabah perbankan, baik individu maupun badan usaha untuk dapat mengembalikan pembiayaan yang diterimanya dari perbankan. Hal ini terutama dirasakan oleh nasabah yang bergerak pada sektor-sektor yang mengalami dampak terdalam dari pandemi Covid-19, seperti sektor pariwisata dan sektor transportasi.

Pada sisi perbankan, kondisi di atas akan mempengaruhi operasional mereka karena nilai Non-Performing Loan (NPL) untuk bank konvensional dan Non-Performing Financing (NPF) bank syariah, atau sederhananya kredit macet di perbankan dapat meningkat. Jika kredit macet meningkat, maka kemampuan bank untuk memberi imbal hasil bagi nasabah penabung akan berkurang, dan pada gilirannya kepercayaan pada sektor perbankan akan menurun dan jika dibiarkan akan menyebabkan penarikan dana besar-besaran (bank rush), sebagaimana terjadi pada krisis moneter di Indonesia tahun 1998 lalu.

Menanggapi hal di atas, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) khususnya Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator perbankan di Indonesia melakukan berbagai stimulus. Dari sisi OJK, dilakukan kebijakan restrukturisasi kredit agar nilai NPL/NPF perbankan tidak meningkat dengan keringanan bagi nasabah kredit (debitur) dalam pengembalian pembiayaannya kepada perbankan. Sementara itu, BI juga memberikan kebijakan makroprudensial yang akomodatif bernama Rasio Intermediasi Makroprudensial (Syariah) atau RIM(S). RIM(S) ialah rasio untuk mengukur tingkat intermediasi perbankan dengan menggunakan konsep intermediasi perbankan yang lebih luas. Hal ini tidak hanya dana simpanan nasabah (disebut juga Dana Pihak Ketiga/DPK) yang disalurkan menjadi pembiayaan, namun juga diperluas mencakup surat-surat berharga yang diterbitkan dan yang dibeli perbankan (seperti obligasi/sukuk) dan juga pinjaman/pembiayaan yang diterima oleh perbankan sehingga diharapkan perbankan dapat melaksanakan fungsi intermediasinya melalui berbagai cara.

Dalam pandangan penulis, konsep intermediasi perbankan khususnya pada perbankan syariah masih dapat diperluas lagi dalam rangka memperkuat stabilitas sistem keuangan. Hal ini yaitu melalui masuknya unsur wakaf uang sebagai bagian dari perhitungan RIMS pada bank syariah, yaitu wakaf uang yang diterima untuk sisi penerimaan dana dan wakaf uang yang disalurkan untuk sisi penyaluran dana. Hal ini juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 21 nomor 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyebutkan bahwa bank syariah dapat menerima dan kemudian menyalurkan wakaf uang sesuai peruntukan oleh wakif. 

Adapun skema masuknya wakaf uang dalam kebijakan RIMS BI dapat dilakukan sebagai berikut. Jadi, bank syariah yang telah terdaftar sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) melaporkan kegiatan LKS-PWU tidak hanya kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Agama juga melaporkan kepada BI. Cakupan wakaf uang yang diterima ialah baik yang diterima oleh bank syariah sebagai LKS-PWU maupun nazhir wakaf yang bekerja sama dengan bank syariah tersebut. Adapun penyaluran dana ialah realisasi penyaluran dana wakaf uang oleh nazhir wakaf, baik untuk pembiayaan proyek di lahan wakaf, pembiayaan sektor riil, maupun investasi pada instrumen keuangan syariah. 

Jika hal di atas dapat terwujud, maka hal ini dapat mendorong peran lebih aktif bank syariah sebagai LKS-PWU untuk mempromosikan kehadiran wakaf uang di Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan dua inisiatif, yaitu Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang digelorakan pemerintah pada awal tahun 2021 lalu, dan juga penyusunan statistik syariah yang tengah disusun oleh BI sendiri karena pelaporan bank syariah LKS-PWU secara rutin akan menjadi materi data yang berharga untuk statistik wakaf uang di Indonesia.

Meskipun demikian, kerja sama antara BI, OJK, BWI dan Kementerian Agama sebagai regulator perbankan dan wakaf perlu diperkuat sehingga integrasi antara pelaporan wakaf dan pelaporan perbankan dapat terwujud. Selain itu, mekanisme insentif dan persuasi yang optimal harus dirumuskan secara matang sehingga peran bank syariah LKS-PWU sebagaimana amanat UU Wakaf dapat mewujudkan optimalisasi pengelolaan wakaf uang di Indonesia. Hal ini jika terwujud diharapkan akan memperkuat peran intermediasi perbankan syariah di Indonesia di dalam mendukung stabilitas sistem keuangan Indonesia.

 

Artikel ini juga telah dimuat di Republika Online

Categories: BeritaOpini

Tags: wakafwakaf indonesiawakaf uang

Baca selengkapnya ...
By wacids, Tanggal 2021-08-06

Oleh: Imam Wahyudi Indrawan (Peneliti pada Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS))

Sistem keuangan, khususnya Lembaga Jasa Keuangan (LJK) baik perbankan maupun non-perbankan, memainkan peran penting di dalam perekonomian. Peran penting tersebut sering disebut sebagai fungsi intermediasi. Fungsi intermediasi ini bermakna bahwa LJK menjadi penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (deficit unit). Fungsi intermediasi ini, khususnya pada perbankan ialah sangat penting karena menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, dan bagi otoritas moneter (bank sentral), fungsi intermediasi ini menjadi saluran transmisi kebijakan moneter untuk mencapai tujuan yang dituju, baik pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, ataupun target lainnya. Hal ini berlaku baik pada LJK konvensional maupun syariah, khususnya perbankan.

Akan tetapi, pandemi Covid-19 menyebabkan banyak disrupsi dalam berbagai dimensi kehidupan manusia, termasuk pada fungsi intermediasi yang dijalankan LJK. Hal ini tidak terlepas dari upaya penanganan pandemi yang menyebabkan berbagai pembatasan dikenakan pemerintah sehingga menghambat aktivitas masyarakat. Hal ini kemudian berakibat pada kontraksi pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi negatif di Indonesia selama pandemi Covid-19. Aktivitas ekonomi yang terhambat, tentu pada gilirannya akan menurunkan kemampuan nasabah perbankan, baik individu maupun badan usaha untuk dapat mengembalikan pembiayaan yang diterimanya dari perbankan. Hal ini terutama dirasakan oleh nasabah yang bergerak pada sektor-sektor yang mengalami dampak terdalam dari pandemi Covid-19, seperti sektor pariwisata dan sektor transportasi.

Pada sisi perbankan, kondisi di atas akan mempengaruhi operasional mereka karena nilai Non-Performing Loan (NPL) untuk bank konvensional dan Non-Performing Financing (NPF) bank syariah, atau sederhananya kredit macet di perbankan dapat meningkat. Jika kredit macet meningkat, maka kemampuan bank untuk memberi imbal hasil bagi nasabah penabung akan berkurang, dan pada gilirannya kepercayaan pada sektor perbankan akan menurun dan jika dibiarkan akan menyebabkan penarikan dana besar-besaran (bank rush), sebagaimana terjadi pada krisis moneter di Indonesia tahun 1998 lalu.

Menanggapi hal di atas, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) khususnya Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator perbankan di Indonesia melakukan berbagai stimulus. Dari sisi OJK, dilakukan kebijakan restrukturisasi kredit agar nilai NPL/NPF perbankan tidak meningkat dengan keringanan bagi nasabah kredit (debitur) dalam pengembalian pembiayaannya kepada perbankan. Sementara itu, BI juga memberikan kebijakan makroprudensial yang akomodatif bernama Rasio Intermediasi Makroprudensial (Syariah) atau RIM(S). RIM(S) ialah rasio untuk mengukur tingkat intermediasi perbankan dengan menggunakan konsep intermediasi perbankan yang lebih luas. Hal ini tidak hanya dana simpanan nasabah (disebut juga Dana Pihak Ketiga/DPK) yang disalurkan menjadi pembiayaan, namun juga diperluas mencakup surat-surat berharga yang diterbitkan dan yang dibeli perbankan (seperti obligasi/sukuk) dan juga pinjaman/pembiayaan yang diterima oleh perbankan sehingga diharapkan perbankan dapat melaksanakan fungsi intermediasinya melalui berbagai cara.

Dalam pandangan penulis, konsep intermediasi perbankan khususnya pada perbankan syariah masih dapat diperluas lagi dalam rangka memperkuat stabilitas sistem keuangan. Hal ini yaitu melalui masuknya unsur wakaf uang sebagai bagian dari perhitungan RIMS pada bank syariah, yaitu wakaf uang yang diterima untuk sisi penerimaan dana dan wakaf uang yang disalurkan untuk sisi penyaluran dana. Hal ini juga sejalan dengan Undang-Undang Nomor 21 nomor 2008 tentang Perbankan Syariah yang menyebutkan bahwa bank syariah dapat menerima dan kemudian menyalurkan wakaf uang sesuai peruntukan oleh wakif. 

Adapun skema masuknya wakaf uang dalam kebijakan RIMS BI dapat dilakukan sebagai berikut. Jadi, bank syariah yang telah terdaftar sebagai Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) melaporkan kegiatan LKS-PWU tidak hanya kepada Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan Kementerian Agama juga melaporkan kepada BI. Cakupan wakaf uang yang diterima ialah baik yang diterima oleh bank syariah sebagai LKS-PWU maupun nazhir wakaf yang bekerja sama dengan bank syariah tersebut. Adapun penyaluran dana ialah realisasi penyaluran dana wakaf uang oleh nazhir wakaf, baik untuk pembiayaan proyek di lahan wakaf, pembiayaan sektor riil, maupun investasi pada instrumen keuangan syariah. 

Jika hal di atas dapat terwujud, maka hal ini dapat mendorong peran lebih aktif bank syariah sebagai LKS-PWU untuk mempromosikan kehadiran wakaf uang di Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan dua inisiatif, yaitu Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang digelorakan pemerintah pada awal tahun 2021 lalu, dan juga penyusunan statistik syariah yang tengah disusun oleh BI sendiri karena pelaporan bank syariah LKS-PWU secara rutin akan menjadi materi data yang berharga untuk statistik wakaf uang di Indonesia.

Meskipun demikian, kerja sama antara BI, OJK, BWI dan Kementerian Agama sebagai regulator perbankan dan wakaf perlu diperkuat sehingga integrasi antara pelaporan wakaf dan pelaporan perbankan dapat terwujud. Selain itu, mekanisme insentif dan persuasi yang optimal harus dirumuskan secara matang sehingga peran bank syariah LKS-PWU sebagaimana amanat UU Wakaf dapat mewujudkan optimalisasi pengelolaan wakaf uang di Indonesia. Hal ini jika terwujud diharapkan akan memperkuat peran intermediasi perbankan syariah di Indonesia di dalam mendukung stabilitas sistem keuangan Indonesia.

Artikel ini juga telah dimuat di Republika Online

Categories: BeritaOpini
Tags: wakafwakaf indonesiawakaf uang

Baca selengkapnya ...
By wacids, Tanggal 2021-08-03

WAQF TRAINING BY WaCIDS #4
Published by wacids on August 3, 2021
๐Ÿ“ข Ikutilah Waqf Training by WaCIDS #4: Investasi Aset Wakaf di Sektor Produktif dan Strategis

๐ŸŒฑ๐Ÿ’ป๐Ÿ‘ฉ๐Ÿป‍๐Ÿ’ป๐Ÿ‘จ๐Ÿป‍๐Ÿ’ป๐Ÿ“ฒ๐ŸŒฑ

Dipersembahkan oleh Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS)

[Lembaga Penelitian, Literasi, dan Pelatihan Wakaf]
MATERI TRAINING
๐Ÿ“š INVESTASI ASET WAKAF DI SEKTOR PRODUKTIF DAN STRATEGIS : ๐Ÿ“š

Konsep investasi secara umum dan dari perspektif Islam
Tipe investasi yang cocok bagi lembaga wakaf
Best practice investasi aset wakaf di luar negeri dan dalam negeri
Konsep dan Implementasi manajemen risiko investasi lembaga wakaf
Implementasi dan tantangan manajemen investasi di lembaga keuangan syariah (lesson learned)
Implementasi dan tantangan manajemen investasi di lembaga wakaf
๐Ÿ‘ณ๐Ÿป‍โ™€๏ธ Opening Speech :
Prof. Dr. Raditya Sukmana (Penasihat WaCIDS, Guru Besar Universitas Airlangga)

๐Ÿ‘ฅ Trainer:
๐Ÿง•๐Ÿป Dr. Lisa Listiana, S.E. M.Ak. (Founder & Director WaCIDS)
๐Ÿ‘จ๐Ÿป‍๐ŸŽ“‍ Syauqi Robbani, CFA (Independent Director Rumah Zakat)

Waktu Pelaksanaan:
๐Ÿ“†Hari / Tanggal : Sabtu, 7 Agustus 2021-Sabtu, 14 Agustus 2021
โฐWaktu : 09.00-12.00 WIB
๐Ÿ“ฒTempat : Via Zoom Cloud Meeting (Sabtu & Sabtu)

(Senin, Rabu, Kamis via WAG untuk diskusi dan penugasan)

Investasi:
Umum ๐Ÿง•๐Ÿป๐Ÿ‘จ Rp500.000

Alumni Waqf Training by WaCIDS ๐ŸŽ“ Rp 450.000

*20% dari Investasi Peserta akan diwakafkan

Transfer ke Rekening *BNIS/BSI 0896-4321-45 (Kode 427)
a.n Yayasan Visi Peradaban Madani

Siapa yang perlu berpartisipasi dalam training ini?
โœ… Akademisi, Dosen Prodi Manajemen Zakat & Wakaf
โœ… Mahasiswa
โœ… Praktisi, Nazhir atau Mitra Nazhir Wakaf
โœ… Pengelola Lembaga Wakaf Kampus/Pesantren/Masjid
โœ… Penyuluh Agama Islam
โœ… Petugas KUA
โœ… Praktisi Lembaga Keuangan Syariah
โœ… Notaris dan Praktisi Hukum Islam
โœ… Penggiat Wakaf

Link Pendaftaran:
http://bit.ly/trainingwacids4

Informasi Lengkap:
http://bit.ly/torwacids4

Contact Person:
http://bit.ly/AdminWacids

Instagram : @wacids.official
Email : [email protected]
Website :www.wacids.or.id

Note : Bukti sah menjadi peserta jika sudah mengirimkan formulir pendaftaran dan bukti transfer

Categories: BeritaProgram
Tags: investasiproduktifstrategistrainingWaCIDS

Baca selengkapnya ...
By wacids, Tanggal 2021-08-03

WAQF TRAINING BY WaCIDS #4
Published by wacids on August 3, 2021
๐Ÿ“ข Ikutilah Waqf Training by WaCIDS #4: Investasi Aset Wakaf di Sektor Produktif dan Strategis

๐ŸŒฑ๐Ÿ’ป๐Ÿ‘ฉ๐Ÿป‍๐Ÿ’ป๐Ÿ‘จ๐Ÿป‍๐Ÿ’ป๐Ÿ“ฒ๐ŸŒฑ

Dipersembahkan oleh Waqf Center for Indonesian Development and Studies (WaCIDS)

[Lembaga Penelitian, Literasi, dan Pelatihan Wakaf]
MATERI TRAINING
๐Ÿ“š INVESTASI ASET WAKAF DI SEKTOR PRODUKTIF DAN STRATEGIS : ๐Ÿ“š

Konsep investasi secara umum dan dari perspektif Islam
Tipe investasi yang cocok bagi lembaga wakaf
Best practice investasi aset wakaf di luar negeri dan dalam negeri
Konsep dan Implementasi manajemen risiko investasi lembaga wakaf
Implementasi dan tantangan manajemen investasi di lembaga keuangan syariah (lesson learned)
Implementasi dan tantangan manajemen investasi di lembaga wakaf
๐Ÿ‘ณ๐Ÿป‍โ™€๏ธ Opening Speech :
Prof. Dr. Raditya Sukmana (Penasihat WaCIDS, Guru Besar Universitas Airlangga)

๐Ÿ‘ฅ Trainer:
๐Ÿง•๐Ÿป Dr. Lisa Listiana, S.E. M.Ak. (Founder & Director WaCIDS)
๐Ÿ‘จ๐Ÿป‍๐ŸŽ“‍ Syauqi Robbani, CFA (Independent Director Rumah Zakat)

Waktu Pelaksanaan:
๐Ÿ“†Hari / Tanggal : Sabtu, 7 Agustus 2021-Sabtu, 14 Agustus 2021
โฐWaktu : 09.00-12.00 WIB
๐Ÿ“ฒTempat : Via Zoom Cloud Meeting (Sabtu & Sabtu)

(Senin, Rabu, Kamis via WAG untuk diskusi dan penugasan)

Investasi:
Umum ๐Ÿง•๐Ÿป๐Ÿ‘จ Rp500.000

Alumni Waqf Training by WaCIDS ๐ŸŽ“ Rp 450.000

*20% dari Investasi Peserta akan diwakafkan

Transfer ke Rekening *BNIS/BSI 0896-4321-45 (Kode 427)
a.n Yayasan Visi Peradaban Madani

Siapa yang perlu berpartisipasi dalam training ini?
โœ… Akademisi, Dosen Prodi Manajemen Zakat & Wakaf
โœ… Mahasiswa
โœ… Praktisi, Nazhir atau Mitra Nazhir Wakaf
โœ… Pengelola Lembaga Wakaf Kampus/Pesantren/Masjid
โœ… Penyuluh Agama Islam
โœ… Petugas KUA
โœ… Praktisi Lembaga Keuangan Syariah
โœ… Notaris dan Praktisi Hukum Islam
โœ… Penggiat Wakaf

Link Pendaftaran:
http://bit.ly/trainingwacids4

Informasi Lengkap:
http://bit.ly/torwacids4

Contact Person:
http://bit.ly/AdminWacids

Instagram : @wacids.official
Email : [email protected]
Website :www.wacids.or.id

Note : Bukti sah menjadi peserta jika sudah mengirimkan formulir pendaftaran dan bukti transfer

Categories: BeritaProgram
Tags: investasiproduktifstra

Baca selengkapnya ...